Portal:Pertanian/Berita terkini/Februari/2015
Tampilan
- 27 Februari 2015
- "Peneliti dari University of Warwick menemukan bukti bahwa masyarakat purba pemburu di Inggris telah berdagang dengan petani dari Timur Tengah, jauh sebelum mereka menguasai keterampilan bercocok tanam. Pertanian di Inggris mulai berkembang 6000 tahun yang lalu, namun hubungan dengan petani timur tengah terjadi 2000 tahun lebih awal dari itu. Dalam sebuah situs arkeologi, mereka menemukan sedimen dengan DNA yang sesuai dengan gandum varietas yang sama dengan yang pernah ditanam di Timur Tengah pada masa awal perkembangan pertanian." (Popular Archeology) (International Business Times)
- 24 Februari 2015
- "Sebuah laporan yang diterbitkan oleh World Resources Institute mengemukakan bahwa empat negara di Asia Tenggara, yaitu Thailand, Vietnam, Laos, dan Kamboja akan mengalami kemunduran di sektor pertanian setiap tahunnya akibat perubahan iklim. Kemunduran tersebut diantaranya adalah turunnya hasil pertanian, potensi sumber daya alam, hingga produktivitas buruh tani dengan total kerugian mencapai 16 miliar USD per tahun. Penurunan produktivitas kerja buruh tani diantaranya disebabkan oleh wabah penyakit yang dapat tumbuh di lingkungan yang lebih panas serta stres akibat tingginya temperatur udara." (Reuters) (Deutsch Welle)
- 20 Februari 2015
- "Perdana Menteri India Narendra Modi menjanjikan program pengujian tanah milik petani sehingga petani dapat memperkirakan secara tepat jenis dan kadar pupuk yang diberikan dan metode penanaman terkait komoditas yang ditanamnya. Ia mengalokasikan hingga 32 juta USD per tahun untuk proyek ini. Pemantauan dilakukan dengan sistem kartu yang akan dibagikan ke lebih dari 140 juta petani di seluruh India. Program ini juga berpotensi mengurangi subsidi pupuk karena pemberian pupuk menjadi lebih presisi dan tidak berlebihan." (Economic Times) (Reuters)
- 19 Februari 2015
- "Peneliti dari Shanghai Jiaotong University School of Medicine telah menemukan cara dalam mempercepat penyembuhan luka pada kulit dengan memanfaatkan kolagen dari sisik ikan. Selama ini penelitian pada pemanfaatan kolagen terpaku pada kulit mamalia yang rentan kontaminasi karena kesamaan parasit antara manusia dan mamalia. Mereka mengekstrak kolagen dari sisik ikan tilapia, membentuknya menjadi serat nano, dan mengujinya pada kulit tikus lab yang terluka. Penemuan ini lebih unggul dibandingkan kolagen dari mamalia karena sisik ikan merupakan limbah industri pengolahan ikan. Selain itu, kolagen ini tahan hingga temperatur 45 derajat Celcius, lebih tinggi dibandingkan temperatur tubuh manusia yang dapat mencapai 38 derajat Celcius." (Scientific American) (Royal Society of Chemistry)
- 17 Februari 2015
- "Ilmuwan dari National Laboratory for Agriculture and the Environment memperkirakan bahwa dunia akan kesulitan memberi makan populasinya akibat perubahan iklim. Efek perubahan iklim terhadap pertanian berasal dari tidak teraturnya hujan, musim kering yang lebih panjang, dan peningkatan temperatur udara rata-rata. Di sisi lain, peningkatan frekuensi penggunaan tanah untuk pertanian dapat merusak kualitas tanah yang menjadikannya sulit untuk mencapai hasil pertanian yang maksimal." (Tech Times) (Yahoo News)
- 16 Februari 2015
- "Buah beri beku impor asal China dan Chili telah ditarik di seluruh pasar di Australia karena adanya kontaminasi virus hepatitis. Sembilan orang telah dikonfirmasi mengalami infeksi virus ini. Menurut ketua asosiasi industri buah beri Australia, buah beku impor tidak aman karena proses panen dan pengepakan di negara asal yang tidak higienis. Selain itu, pembekuan makanan tidak membunuh mikroba kontaminan. Kontaminasi kemungkinan disebabkan oleh buruh pemanenan dan pengepakan yang tidak mencuci tangannya setelah melakukan buang air besar." (The New Daily) (Daily Telegraph)
- "Apel Arktik, sebuah varietas dari apel hasil rekayasa genetika telah disetujui oleh USDA untuk ditanam, namun buah apelnya belum mendapatkan persetujuan untuk dijual. Keistimewaan buah apel ini adalah proses pencoklatan daging buah yang lebih lambat dibandingkan apel biasa. Daging buah apel umumnya mengalami pencoklatan ketika terpapar oksigen akibat proses enzimatis sehingga tidak menarik bagi konsumen, dan perusahaan serta restoran umumnya memberikan perlakuan tertentu untuk memperlambat proses tersebut, yang dapat mengubah rasa dan/atau menambah biaya. Beberapa perusahaan serta konsumen masih menunjukkan kekhawatiran tentang keamanan apel ini." (New York Times) (Perfect Science)
- 15 Februari 2015
- "Abu Dhabi Food Control Authority (ADFCA) akan menyelenggarakan Global Forum for Innovations in Agriculture (GFIA 2015) pada tanggal 9-11 Maret 2015, yang akan menghadirkan 300 lebih ilmuwan terkemuka dari 71 negara untuk membahas solusi kerawanan pangan di tengah menipisnya sumber daya serta masalah perubahan iklim." (Abu Dhabi City Guide) (Gulf Today)
- 13 Februari 2015
- "Peneliti dari University of Reading konsumsi ikan berminyak dapat menyembuhkan kondisi pembuluh darah dan jantung yang terluka, yang selama ini dipercaya menyebabkan penyakit kardiovaskular. Ia menggunakan endothelial progenitor cell (EPC) yang merupakan sel punca untuk "menambal" pembuluh darah yang terluka. Kelompk manusia yang mengkonsumsi minyak ikan secara rutin diketahui memiliki kadar EPC lebih tinggi di dalam pembuluh darahnya." (Yahoo News) (Irish Independent)
- 12 Februari 2015
- "Peneliti dari National Institute for Agro-Environmental Sciences, Jepang, menemukan "cara cepat" dalam mengekstrak etanol dari jerami padi tanpa melalui proses rumit. Mereka campuran larutan yang mengandung ragi ke tumpukan jerami yang telah dibungkus plastik polietilena dan membiarkan fermentasi terjadi. Setelah beberapa lama, cairan yang mengandung etanol dikumpulkan dan kemudian disuling. Cara ini diharapkan dapat memperluas produksi bahan bakar bio yang selama ini banyak menggunakan bahan makanan sehingga berpotensi menyebabkan konflik pasokan dan harga." (AG Professional) (Gizmag)
- 10 Februari 2015
- "Dengan melakukan pengamatan terhadap ribuan lebah di Australia, Amerika Serikat, dan Inggris, peneliti dari Queen Mary University of London menemukan bahwa keruntuhan populasi lebah diperkuat dengan ketidakseimbangan kondisi sosial di dalam koloni lebah. Ketika begitu banyak lebah pekerja yang mati, lebah muda akan dipaksa bekerja. Usia lebah yang masih muda mengurangi tingkat keberhasilan lebah tersebut dalam mengumpulkan nektar dan bahan makanan lainnya sehingga akan menyebabkan lebih banyak lebah pekerja muda yang mati dalam perjalanan." (Yahoo News) (The Guardian)
- "Peneliti dari Trinity College Dublin menemukan bahwa fungi endofit yang diinokulasikan dapat memberikan pertahanan lebih baik bagi tanaman barley terhadap penyakit, kekeringan, panas, dan kekurangan nutrisi. Penemuan ini diperkirakan dapat menghemat penggunaan pestisida di negara tersebut (Irlandia) hingga 99 juta Euro per tahun. Barley merupakan tanaman serealia keempat terpenting di dunia karena sifatnya yang tangguh; dapat ditumbuhkan di lahan kering dan miskin nutrisi." (Irish Examiner) (Phys.org)
- 6 Februari 2015
- "Ilmuwan dari University of California, Riverside mengubah kode genetik tumbuhan sehingga mampu menutup stomata ketika senyawa kimia mandipropamida diterapkan pada tumbuhan. Respon ini menyerupai respon tumbuhan terhadap keberadaan hormon asam absisat, dan diperlukan untuk mencegah transpirasi berlebihan ketika cuaca dalam kondisi kering. Mengingat pemanasan global dapat meningkatkan temperatur udara global dan menambah jumlah musim kering, ketahanan tumbuhan terhadap kekeringan dan temperatur tinggi mutlak diperlukan." (Nature World News) (Smithsonian)
- 5 Februari 2015
- "Berdasarkan analisis terhadap tulang rahang manusia berusia antara 6-28 ribu tahun yang ditemukan di Levant, Anatolia, dan Eropa ditemukan bahwa struktur rahang dan gigi berubah akibat perubahan gaya hidup dari kehidupan berbasis berburu menjadi berbasis pertanian. Masyarakat pemburu mengunyah lebih banyak makanan yang keras (daging dan buah mentah). Sedangkan setelah budi daya tanaman dilakukan, manusia lebih banyak mengunyah makanan empuk yang telah dimasak. Hal ini mengakibatkan ukuran rahang mengecil sehingga susunan gigi menjadi mudah terganggu dan relatif tidak teratur jika dibandingkan dengan manusia purba pemburu." (Archaeology) (Daily Mail) (Phys.org)
- 3 Februari 2015
- "Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Toxicology and Chemistry menemukan bahwa tuna sirip kuning (Thunnus albacares) di perairan Pasifik mengalami peningkatan kadar merkuri di dalam tubuhnya, rata-rata sebanyak 3.8 persen per tahun sejak 1998. Hal ini sesuai dengan prediksi berdasarkan fakta bahwa emisi merkuri di atmosfer meningkat akibat pembakaran batu bara oleh industri dan pembangkit listrik." (Los Angeles Times) (Nature World News)
- 2 Februari 2015
- "Menteri Pertanian Korea Selatan menyatakan satu dari tiga ekor anjing yang tinggal di sebuah peternakan bebek telah terjangkit virus flu burung. Karena hanya satu ekor anjing yang terjangkit, maka dapat dipastikan tidak ada penularan antar anjing. Meski demikian, ketiga anjing tersebut tetap dimatikan untuk mengurangi risiko penularan berikutnya. Kasus pertama flu burung pada anjing di Korea Selatan adalah pada Maret 2014, dan sejak saat itu puluhan ekor anjing ditemukan sudah memiliki kekebalan terhadap flu burung, yang berarti anjing-anjing tersebut pernah tertular namun selamat." (Yonhap News) (China Daily)
- "Korea Selatan diperkirakan akan mengalami kelebihan suplai beras karena produksi dalam negeri meningkat dan konsumsi dalam negeri menurun. Konsumsi menurun karena masyarakat Korea Selatan beralih dari beras ke makanan pokok lain. Konsumsi beras dalam negeri kini hanya 65.1 kg per kapita per tahun, menurun 3.1 persen dibandingkan tahun lalu." (Korea Herald) (Oryza)
- "Berdasarkan data dari International Service for the Acquisition of Agri-Biotech Applications, India kini menempati urutan keempat dalam luas lahan penanaman tumbuhan transgenik, yang sebagian besar merupakan kapas yang sudah diselipkan gen Bacillus thuringiensis. Dengan total luas lahan tumbuhan transgenik mencapai 11.6 juta hektar, India berada di belakang Argentina (24.3 juta hektar), Brasil (42.2 juta hektar), dan Amerika Serikat (73.1 juta hektar)." (Indian Express) (Business Standard) (Hindustan Times)